Baru-baru ini, pasar obligasi pemerintah Jepang sedikit heboh. Pada hari Rabu, imbal hasil obligasi pemerintah 30 tahun melonjak hingga 3,45%, lebih tinggi dari rekor sebelumnya, sementara obligasi 40 tahun juga tidak mau kalah, mencapai 3,715%. Jujur saja, kenaikan seperti ini memang jarang terjadi di pasar obligasi Jepang.

Logika di baliknya sebenarnya mudah dipahami—pasar sekarang terus-menerus terjebak dalam satu pertanyaan: Seberapa besar Perdana Menteri Kishi Fumio akan melaksanakan rencana stimulus utang ini? Sejak awal November, imbal hasil obligasi jangka panjang terus naik, dan sekarang terasa agak lepas kendali. Jepang berencana menerbitkan obligasi negara baru senilai 29,6 triliun yen (sekitar 189,5 miliar USD) untuk tahun fiskal 2026, dari mana uang ini akan datang? Dengan skala penerbitan obligasi yang sebesar ini, pasar pasti akan khawatir.

Di sisi lain, obligasi jangka pendek juga tidak diam. Bank sentral Jepang baru-baru ini menyatakan kemungkinan untuk terus menaikkan suku bunga, dan hasil obligasi jangka pendek pun ikut naik. Ngomong-ngomong, Sanna Takashi sebelumnya menekankan dalam wawancaranya bahwa rencana fiskalnya tidak mencakup penerbitan obligasi yang "tidak bertanggung jawab" atau pengurangan pajak, tetapi pasar jelas masih sedikit khawatir.

Bagi kita yang memantau aset global, perubahan yang terjadi di pasar obligasi Jepang patut diperhatikan—kenaikan imbal hasil jangka panjang biasanya berarti daya tarik aset berisiko menurun, yang mungkin akan mempengaruhi aliran dana ke aset berisiko tinggi seperti aset kripto.