Pindai untuk Mengunduh Aplikasi Gate
qrCode
Opsi Unduhan Lainnya
Jangan ingatkan saya lagi hari ini

Pembahasan singkat tentang delapan risiko potensial dari stablecoin

稳定币是一 jenis mata uang kripto khusus yang menjaga harga stabil dengan mengaitkannya pada aset stabil tertentu (seperti dolar AS, emas, mata uang fiat lain, atau aset kripto lainnya), bertujuan mengatasi volatilitas harga yang tinggi pada Bitcoin, Ethereum, dan mata uang kripto tradisional lainnya. Ia mempertahankan keunggulan teknologi blockchain seperti desentralisasi dan efisiensi pembayaran lintas negara, sekaligus mengurangi volatilitas melalui cadangan aset atau mekanisme algoritmik, menjadikannya jembatan yang menghubungkan keuangan tradisional dan dunia kripto.

Pada tahun 2025, stablecoin meningkat dari peran sebagai “penghubung” aset kripto menjadi infrastruktur pembayaran global baru, dengan total kapitalisasi pasar melampaui 250 miliar dolar AS, volume transaksi mengalahkan gabungan Visa dan Mastercard, dan raksasa teknologi seperti JD.com dan Ant Group berlomba masuk ke pasar ini. Amerika Serikat dan Hong Kong pun mempercepat legislasi terkait. Menurut prediksi Citibank, pada tahun 2030, skala stablecoin akan mencapai antara 1,6 triliun hingga 3,7 triliun dolar AS, menunjukkan minat dan prospek perkembangan yang sangat besar.

Namun, sebagai inovasi penting di bidang kripto, meskipun dirancang untuk stabil, risiko dan bahaya potensial stablecoin telah menarik perhatian regulator global, akademisi, dan pasar secara luas. Berikut analisis singkat terkait risiko-risikonya.

1. Risiko Deklink dan Penarikan Dana (Run)

Nilai stablecoin bergantung pada aset yang diikatkan (seperti dolar AS, obligasi AS) atau mekanisme algoritmik, tetapi kepanikan pasar, kekurangan cadangan, atau kegagalan algoritma dapat menyebabkan harga stablecoin melepas kaitan. Jika terjadi “de-linking”, sistem nilai stablecoin akan runtuh, kepercayaan investor hilang, dan bisa memicu penarikan besar-besaran, memperburuk siklus negatif.

Meskipun disebut “stabil”, harga pasar stablecoin bisa berfluktuasi kecil sesuai permintaan dan penawaran, biasanya di bawah 1%. Jika fluktuasi melebihi 2% dan tidak kembali normal, dianggap sebagai de-linking.

Dalam sejarahnya, de-linking pernah terjadi, terutama pada stablecoin fiat yang kekurangan cadangan atau kurang transparansi. Contohnya, pada 2023 USDC sempat melepas kaitan, harga turun dari 1 dolar menjadi 0,87 dolar karena kekhawatiran terhadap cadangan Circle yang disimpan di Silicon Valley Bank (SVB). Berkat jaminan pemerintah AS, harga kembali ke 1 dolar dalam beberapa hari.

Risiko de-linking pada algoritmik dan stablecoin sintetis lebih tinggi. Contohnya, keruntuhan TerraUSD (UST) yang menyebabkan hilangnya 40 miliar dolar dalam seminggu, menghancurkan kekayaan investor dan memicu kejatuhan pasar kripto global. Pada Oktober 2023, USDe dari Ethena Labs sempat melepas kaitan hingga 38%, dan stablecoin USDX dari Stable Labs juga mengalami de-linking, memicu kekhawatiran akan dampak domino di DeFi.

2. Risiko Dominasi dan Dollarization

Pertumbuhan pesat stablecoin mengubah sistem moneter dan kekuasaan keuangan global. Saat ini, dolar AS mendominasi pasar stablecoin, didukung oleh strategi regulasi dan legislasi AS yang mengintegrasikan stablecoin ke dalam sistem dolar. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan risiko “digital dollarization”.

Pada Juni 2025, di forum Lujiazui, mantan gubernur Bank Rakyat Tiongkok, Zhou Xiaochuan, menyatakan bahwa banyak stablecoin berbasis dolar sudah beredar, dan negara lain mulai mempertimbangkan stablecoin berbasis mata uang lokal. Karena didukung oleh sistem dolar yang kuat, stablecoin berbasis dolar berpotensi memiliki pengaruh global yang besar, menimbulkan kekhawatiran akan “dolarisasi” yang berlebihan.

Pertumbuhan pasar stablecoin dari sekitar 5 miliar dolar pada 2020 menjadi 273,45 miliar dolar pada 2025, meningkat lebih dari 50 kali lipat, menunjukkan dominasi pasar oleh stablecoin berbasis dolar. Pasar ini sangat terkonsentrasi, memberi keunggulan awal bagi AS dalam pengaturan aturan dan regulasi, yang dapat memperkuat posisi hegemoni dolar melalui legislasi seperti “Genius Act” dan memperkuat dominasi sistem keuangan global.

3. Risiko Stabilitas Keuangan dan Teknologi

Selain risiko de-linking dan dominasi, muncul risiko “debanking” di mana dana mengalir keluar dari bank tradisional ke stablecoin, mengurangi kemampuan bank dalam menyalurkan kredit dan mengancam stabilitas sistem perbankan.

Ketergantungan stablecoin terhadap infrastruktur teknologi seperti blockchain, oracle, dan jembatan lintas rantai juga menimbulkan risiko sistemik. Kerentanan pada smart contract (misalnya serangan Curve 2024 yang menyebabkan kerugian 62 juta dolar) dan hacking jembatan lintas rantai (seperti pencurian 3 juta dolar di Nervos Network) dapat menyebabkan kerugian besar dan kerusakan kepercayaan pasar.

Selain itu, stablecoin yang dipatok pada obligasi jangka pendek AS (misalnya 90% cadangan dalam obligasi AS) berpotensi memperbesar volatilitas pasar obligasi jika terjadi penjualan besar-besaran, yang berpotensi memicu gejolak sistemik.

4. Tekanan Regulasi dan Risiko Terkait

Regulasi stablecoin masih dalam tahap pengembangan, dengan standar berbeda di tiap negara. Fragmentasi ini dapat meningkatkan biaya kepatuhan dan membuka peluang arbitrase regulasi.

Selain itu, sifat global dan semi-anonim dari stablecoin memudahkan penggunaannya untuk pencucian uang, pendanaan terorisme, dan penghindaran sanksi. Pada 2023, transaksi ilegal terkait stablecoin mencapai 12 miliar dolar, lebih dari 60% mengalir ke wilayah sanksi. Tanpa pengawasan KYC/KYT yang ketat, stablecoin bisa menjadi alat kejahatan keuangan.

Di Tiongkok, misalnya, pada 2024, aparat penegak hukum menuntut 3032 kasus pencucian uang menggunakan virtual currency, termasuk stablecoin, dengan modus operandi seperti transaksi silang negara dan penggunaan mixer.

5. Ancaman terhadap Kedaulatan Mata Uang

Pertumbuhan stablecoin, terutama di negara-negara berinflasi tinggi seperti Venezuela, Argentina, Nigeria, menimbulkan fenomena “dolarisasi” lokal, mengurangi penggunaan mata uang nasional dan mengikis kekuasaan bank sentral dalam mengatur ekonomi.

Sebagian besar stablecoin berbasis dolar memperkuat posisi dolar di tingkat internasional, menghambat proses internasionalisasi mata uang lokal seperti RMB, dan berpotensi menciptakan ekonomi “dual currency” di negara berkembang.

Dengan meningkatnya “digital dollarization”, kebijakan moneter nasional menjadi kurang efektif karena sebagian besar aktivitas ekonomi berlangsung di luar kendali langsung bank sentral, yang dapat mengancam kedaulatan moneter dan memberi peluang bagi AS untuk memperkuat pengaruhnya melalui kontrol atas stablecoin.

6. Risiko Kapital Keluar dari Negara Berkembang

BIS memperingatkan bahwa stablecoin dapat memperlemah kedaulatan moneter dan memicu arus modal keluar dari negara berkembang. Penggunaan stablecoin oleh warga dan perusahaan untuk mengonversi mata uang lokal ke stablecoin berbasis dolar dan mentransfer secara lintas negara dapat menyebabkan cadangan devisa menipis dan depresiasi mata uang lokal.

Di negara dengan kontrol modal ketat seperti Argentina dan Nigeria, stablecoin menjadi alat utama untuk transfer aset ke luar negeri. Fenomena ini mengurangi efektivitas kebijakan moneter dan meningkatkan risiko ketidakstabilan finansial, termasuk pencucian uang dan pendanaan terorisme yang memanfaatkan anonimitas dan transaksi peer-to-peer.

7. Risiko Penipuan dan Stablecoin Palsu

Meningkatnya perhatian terhadap stablecoin juga memicu munculnya penipuan. Penipuan stablecoin palsu, di mana pelaku mengeluarkan token palsu yang mengaku sebagai USDT atau USDC, dapat menipu pengguna dan menyebabkan kerugian besar. Contohnya, platform DGCX pada 2025 menipu lebih dari 10 juta dolar dengan menggunakan stablecoin palsu.

Selain itu, banyak oknum memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat tentang stablecoin dan teknologi blockchain untuk menawarkan investasi palsu, janji keuntungan tinggi, dan skema Ponzi. Penting bagi pengguna untuk selalu memverifikasi legalitas dan reputasi lembaga melalui saluran resmi dan berhati-hati terhadap penawaran yang mencurigakan.

8. Risiko Pengurangan Peran Uang Digital Bank Sentral (CBDC)

Stablecoin dan CBDC sama-sama berbasis digital, tetapi berbeda dalam hal penerbit dan kepercayaan. CBDC diterbitkan oleh bank sentral dan didukung penuh oleh negara, sedangkan stablecoin diterbitkan oleh entitas swasta dan bergantung pada cadangan atau algoritma.

Kedua bentuk ini memiliki potensi untuk meningkatkan efisiensi pembayaran dan mendukung transaksi otomatis, tetapi juga berpotensi saling bersaing atau saling melengkapi. Regulasi AS, misalnya, mengatur stablecoin secara ketat dan membatasi penerbitan CBDC oleh Federal Reserve, untuk menjaga kendali moneter dan mencegah stabilisasi yang berlebihan terhadap dolar.

Pengembangan stablecoin yang terlalu pesat dapat mengurangi peran uang digital bank sentral, mengurangi efektivitas kebijakan moneter, dan memperbesar risiko geopolitik serta sanksi ekonomi, terutama jika negara lain mengandalkan stablecoin asing untuk transaksi lintas batas.


Demikian analisis risiko utama terkait stablecoin yang perlu diperhatikan dalam perkembangan ekosistem keuangan digital.

BTC-1.99%
ETH-2.78%
USDE-0.02%
Lihat Asli
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
  • Hadiah
  • Komentar
  • Posting ulang
  • Bagikan
Komentar
0/400
Tidak ada komentar
  • Sematkan
Perdagangkan Kripto Di Mana Saja Kapan Saja
qrCode
Pindai untuk mengunduh aplikasi Gate
Komunitas
Bahasa Indonesia
  • 简体中文
  • English
  • Tiếng Việt
  • 繁體中文
  • Español
  • Русский
  • Français (Afrique)
  • Português (Portugal)
  • Bahasa Indonesia
  • 日本語
  • بالعربية
  • Українська
  • Português (Brasil)